MEDIA TANI – Aktivitas tambang batu bara ilegal kembali mencuat di kawasan sekitar Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kalimantan Timur. Praktik tambang liar yang diduga telah berlangsung selama beberapa bulan ini terungkap menggunakan modus baru: memanfaatkan dokumen milik perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) resmi sebagai tameng legalitas.
Investigasi lapangan yang dilakukan oleh sejumlah jurnalis dan pegiat lingkungan menemukan bahwa sejumlah oknum penambang liar mengoperasikan alat berat dan melakukan eksploitasi batu bara di luar wilayah konsesi. Namun, ketika dilakukan pemeriksaan administratif, mereka menunjukkan salinan dokumen IUP milik perusahaan sah untuk mengelabui aparat dan petugas lapangan.
Menurut informasi yang dihimpun, dokumen tersebut diperoleh melalui kerja sama dengan oknum internal perusahaan pemegang IUP, atau dalam beberapa kasus, hasil pemalsuan data administratif. Penambang ilegal ini kemudian mengklaim bahwa kegiatan mereka berada dalam batas wilayah izin, padahal sejatinya berada di zona terlarang, bahkan sebagian masuk ke wilayah buffer zone pembangunan IKN.
“Mereka bawa dokumen IUP yang memang benar milik perusahaan yang legal, tapi kalau dicek koordinat GPS-nya, lokasi aktivitas mereka itu di luar wilayah izin,” ujar salah satu sumber di lapangan yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Sumber lain dari aparat penegak hukum di Kalimantan Timur menyebut, praktik ini kian marak karena lemahnya pengawasan, lambannya verifikasi lapangan, serta keterbatasan sistem pelacakan real-time terhadap kegiatan tambang.
“Ada celah hukum yang dimanfaatkan. Petugas hanya bisa memeriksa dokumen, tapi tidak semua bisa langsung cek titik koordinat di lapangan. Ini yang dimanfaatkan,” ujarnya.
Modus ini dikhawatirkan dapat mempercepat kerusakan lingkungan di sekitar kawasan IKN yang tengah dalam tahap pembangunan. Aktivitas tambang ilegal selain merusak tutupan lahan dan DAS (daerah aliran sungai), juga mengancam integritas kawasan strategis nasional.
KLHK dan Satgas Tambang Didesak Bertindak:
Menanggapi temuan ini, sejumlah LSM lingkungan seperti JATAM dan WALHI mendesak pemerintah, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Satgas Penertiban Tambang Ilegal, untuk segera menindak tegas pelaku serta perusahaan yang dokumennya disalahgunakan.
“Jika dibiarkan, ini menjadi preseden buruk. Kawasan IKN yang seharusnya menjadi simbol pembangunan hijau malah dinodai oleh praktik korup dan perusakan lingkungan,” kata Direktur JATAM Kalimantan Timur, Andi Susanto.
Sementara itu, otoritas OIKN (Otorita Ibu Kota Nusantara) menyatakan akan memperketat sistem monitoring berbasis satelit dan memperkuat kerja sama dengan aparat penegak hukum.
“Kami sedang berkoordinasi agar semua wilayah rawan diawasi secara digital, dan semua IUP aktif dipetakan secara transparan,” ujar juru bicara OIKN.
Catatan: Praktik ini menunjukkan pentingnya transparansi data IUP dan pengawasan berbasis teknologi di kawasan pembangunan strategis seperti IKN. Pemerintah perlu segera menutup celah hukum yang memungkinkan modus ini terus terjadi.
Investigasi lapangan yang dilakukan oleh sejumlah jurnalis dan pegiat lingkungan menemukan bahwa sejumlah oknum penambang liar mengoperasikan alat berat dan melakukan eksploitasi batu bara di luar wilayah konsesi. Namun, ketika dilakukan pemeriksaan administratif, mereka menunjukkan salinan dokumen IUP milik perusahaan sah untuk mengelabui aparat dan petugas lapangan.
Menurut informasi yang dihimpun, dokumen tersebut diperoleh melalui kerja sama dengan oknum internal perusahaan pemegang IUP, atau dalam beberapa kasus, hasil pemalsuan data administratif. Penambang ilegal ini kemudian mengklaim bahwa kegiatan mereka berada dalam batas wilayah izin, padahal sejatinya berada di zona terlarang, bahkan sebagian masuk ke wilayah buffer zone pembangunan IKN.
“Mereka bawa dokumen IUP yang memang benar milik perusahaan yang legal, tapi kalau dicek koordinat GPS-nya, lokasi aktivitas mereka itu di luar wilayah izin,” ujar salah satu sumber di lapangan yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Sumber lain dari aparat penegak hukum di Kalimantan Timur menyebut, praktik ini kian marak karena lemahnya pengawasan, lambannya verifikasi lapangan, serta keterbatasan sistem pelacakan real-time terhadap kegiatan tambang.
“Ada celah hukum yang dimanfaatkan. Petugas hanya bisa memeriksa dokumen, tapi tidak semua bisa langsung cek titik koordinat di lapangan. Ini yang dimanfaatkan,” ujarnya.
Modus ini dikhawatirkan dapat mempercepat kerusakan lingkungan di sekitar kawasan IKN yang tengah dalam tahap pembangunan. Aktivitas tambang ilegal selain merusak tutupan lahan dan DAS (daerah aliran sungai), juga mengancam integritas kawasan strategis nasional.
KLHK dan Satgas Tambang Didesak Bertindak:
Menanggapi temuan ini, sejumlah LSM lingkungan seperti JATAM dan WALHI mendesak pemerintah, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Satgas Penertiban Tambang Ilegal, untuk segera menindak tegas pelaku serta perusahaan yang dokumennya disalahgunakan.
“Jika dibiarkan, ini menjadi preseden buruk. Kawasan IKN yang seharusnya menjadi simbol pembangunan hijau malah dinodai oleh praktik korup dan perusakan lingkungan,” kata Direktur JATAM Kalimantan Timur, Andi Susanto.
Sementara itu, otoritas OIKN (Otorita Ibu Kota Nusantara) menyatakan akan memperketat sistem monitoring berbasis satelit dan memperkuat kerja sama dengan aparat penegak hukum.
“Kami sedang berkoordinasi agar semua wilayah rawan diawasi secara digital, dan semua IUP aktif dipetakan secara transparan,” ujar juru bicara OIKN.
Catatan: Praktik ini menunjukkan pentingnya transparansi data IUP dan pengawasan berbasis teknologi di kawasan pembangunan strategis seperti IKN. Pemerintah perlu segera menutup celah hukum yang memungkinkan modus ini terus terjadi.