MEDIA TANI, TANJUNG REDEB – Sektor perkebunan, terutama kelapa sawit, terus menjadi tumpuan ekonomi Kabupaten Berau. Menurut Dinas Perkebunan, sepanjang 2024 sektor tersebut menyumbang 7,66% dari Produk Domestik Regional Bruto regional (PDRB), yang juga menyumbang hampir separuh dari total 13% peran sektor pertanian.
Kenaikan tersebut dipicu oleh lonjakan harga sawit di pasar nasional dan global sehingga mendorong peningkatan produksi serta penerimaan pajak dan bagi hasil daerah. Kepala Dinas Perkebunan Berau, Lita Handini, menegaskan bahwa meskipun ekspansi lahan sawit berdampak lingkungan, kerusakannya jauh lebih cepat pulih dibanding tambang—“dalam dua hingga tiga tahun, area akan kembali hijau”. Ia juga menyoroti fungsi ekologis akar sawit dalam menyerap air, mengurangi risiko banjir, dan menyokong keseimbangan air tanah.
Lebih lanjut, dari 35 izin usaha perkebunan, 26 sudah aktif menanam setelah membuka lahan, sebagai bagian dari upaya pemulihan vegetasi.
Dalam upaya mendongkrak produksi dan ketahanan pangan, Pemerintah Berau melalui Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Peternakan (DTPHP) menerjunkan drone pertanian dan alsintan modern, termasuk recovator, hand tractor, dan alat tanam otomatis.
Kepala DTPHP, Junaidi, menyebut ini sebagai fondasi era “digitalisasi pertanian” di Berau—memungkinkan pemantauan tanaman hingga penyemprotan menjadi lebih cepat dan presisi. Selain dukungan dari Kementan, Pemkab juga menganggarkan pengadaan alsintan melalui APBD dan sistem e‑katalog untuk merata ke seluruh kampung. Pelatihan dan pendampingan SDM petani juga terus digalakkan agar teknologi ini benar‑benar memberdayakan.
Sektor pangan juga mendapat perhatian serius. Bupati Sri Juniarsih Mas membuka kegiatan tanam perdana benih jagung komposit di Kampung Purnasari Jaya, Talisayan, guna memperkuat ketahanan pangan dan memecah dominasi lahan sawit yang bertumbuh pesat.
Dipaparkan bahwa jagung penting sebagai pangan dan pakan ternak, serta penangkaran benih lokal akan mengurangi ketergantungan pada benih luar daerah dan menekan biaya petani. Ia menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara lahan pangan dan sawit agar jagung tidak hilang dari peta komoditas Berau
Kenaikan tersebut dipicu oleh lonjakan harga sawit di pasar nasional dan global sehingga mendorong peningkatan produksi serta penerimaan pajak dan bagi hasil daerah. Kepala Dinas Perkebunan Berau, Lita Handini, menegaskan bahwa meskipun ekspansi lahan sawit berdampak lingkungan, kerusakannya jauh lebih cepat pulih dibanding tambang—“dalam dua hingga tiga tahun, area akan kembali hijau”. Ia juga menyoroti fungsi ekologis akar sawit dalam menyerap air, mengurangi risiko banjir, dan menyokong keseimbangan air tanah.
Lebih lanjut, dari 35 izin usaha perkebunan, 26 sudah aktif menanam setelah membuka lahan, sebagai bagian dari upaya pemulihan vegetasi.
Dalam upaya mendongkrak produksi dan ketahanan pangan, Pemerintah Berau melalui Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Peternakan (DTPHP) menerjunkan drone pertanian dan alsintan modern, termasuk recovator, hand tractor, dan alat tanam otomatis.
Kepala DTPHP, Junaidi, menyebut ini sebagai fondasi era “digitalisasi pertanian” di Berau—memungkinkan pemantauan tanaman hingga penyemprotan menjadi lebih cepat dan presisi. Selain dukungan dari Kementan, Pemkab juga menganggarkan pengadaan alsintan melalui APBD dan sistem e‑katalog untuk merata ke seluruh kampung. Pelatihan dan pendampingan SDM petani juga terus digalakkan agar teknologi ini benar‑benar memberdayakan.
Sektor pangan juga mendapat perhatian serius. Bupati Sri Juniarsih Mas membuka kegiatan tanam perdana benih jagung komposit di Kampung Purnasari Jaya, Talisayan, guna memperkuat ketahanan pangan dan memecah dominasi lahan sawit yang bertumbuh pesat.
Dipaparkan bahwa jagung penting sebagai pangan dan pakan ternak, serta penangkaran benih lokal akan mengurangi ketergantungan pada benih luar daerah dan menekan biaya petani. Ia menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara lahan pangan dan sawit agar jagung tidak hilang dari peta komoditas Berau