Banyak Peteni Memilih Beralih ke Tanaman Holtikultura, Jumlah Produksi Apel Di Kota Batu Semakin Menyusut

Oleh
mediatani.id
Diposting
Minggu, 20 Jul 25
Bagikan
MEDIA TANI, KOTA BATU – Kejayaan apel sebagai ikon pertanian Kota Batu kini mulai memudar. Lahan perkebunan apel yang dahulu mendominasi kawasan pertanian di kota ini, kini semakin menyusut drastis. Banyak petani memilih untuk beralih ke komoditas lain yang dinilai lebih menguntungkan dan tahan terhadap perubahan iklim.

Selama kurun Waktu 4 tahun, data statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Batu, produksi buah apel setiap tahunnya mengalami penurunan signifikan. Namun dalam jangka Waktu yang sama, terpantau tidak ada perbaikan dan terus anjlok.

pada tahun 2021 produksi buah apel sebesar 350.090,88 kuintal, kemudian turun pada tahun 2022 menjadi 299.962,90 kuintal. Jumlah produksi buah apel di Kota Batu itu pun terus merosot pada tahun-tahun berikutnya.Di mana pada tahun 2023 jumlah produksi apel hanya sebesar 218.621,79 kuintal. Penurunan jumlah produksi buah apel semakin parah pada tahun 2024, sebesar 140.285,42 kuintal.

Bukan tanpa sebab sehingga terjadi penurunan jumlah produksi buah apel. Hal tersebut terjadi karena banyak petani mrmutuskan untuk beralih tanaman hingga berganti pekerjaan. Keputusan yang di pilih para petani apel di Kota Batu ini terjadi bukan tanpa sebab.

Di lansir dari Detikjatim,Salah satu petani apel di kawasan Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, bernama Dwi contohnya. Ia baru-baru ini telah menebang pohon-pohon apel tua yang sudah tidak produktif dan berencana untuk beralih menanam sayur.

“Sudah berat mempertahankan apel. Biaya perawatan tinggi, obat-obatan mahal, panennya sedikit, kadang harganya juga rendah. Jadi yang sudah tidak produktif kami tebang, rencananya kami tanami sayuran saja,” ungkap Dwi, Kamis (17/7/2025).

Berdasarkan data Dinas Pertanian Kota Batu, luas lahan apel yang pada awal tahun 2000-an mencapai lebih dari 2.000 hektare, kini tersisa kurang dari 800 hektare. Penyusutan ini dipicu oleh berbagai faktor, mulai dari perubahan iklim, serangan hama, hingga penurunan produktivitas pohon apel yang sudah tua.

“Sekarang menanam apel tidak lagi menguntungkan. Pohon-pohonnya sudah tua, butuh peremajaan, dan perawatannya mahal. Sementara hasil panen juga menurun terus,” ujar Sugeng, salah satu petani di Desa Sidomulyo, Jumat (19/7).

Sebagian besar petani kini memilih untuk menanam tanaman hortikultura seperti sayur-mayur, jeruk, dan bunga hias, yang dinilai lebih cepat panen dan menghasilkan keuntungan lebih stabil. Bahkan, beberapa lahan apel telah dikonversi menjadi kawasan wisata atau properti.

Dinas Pertanian Kota Batu mengakui tren ini sebagai tantangan serius. “Kami terus mendorong program peremajaan tanaman apel dan memberikan pelatihan pertanian terpadu. Tapi memang banyak petani yang sudah tidak sabar dan beralih ke tanaman lain,” kata Kepala Dinas Pertanian, Eko Santoso.

Selain itu, perubahan iklim juga menjadi penyebab utama turunnya kualitas apel Batu yang dulunya dikenal unggul. Suhu yang semakin panas dan pola hujan yang tidak menentu mengganggu siklus pertumbuhan dan pembuahan apel.

Pemerintah daerah kini tengah mengkaji kebijakan insentif bagi petani yang tetap bertahan menanam apel serta menggencarkan promosi produk olahan apel untuk menjaga eksistensinya di tengah tantangan zaman.
Berita Terkait